Senin, 02 Februari 2009

studi tentang kesehatan dan keselamatan kerja di RS

Manajemen Hiperkes dan Keselamatan Kerja

PENGANTAR

Pelayanan rumah sakit sebagai industri jasa
merupakan bentuk upaya pelayanan kesehatan
yang bersifat sosioekonomi, yaitu suatu usaha yang
walau bersifat sosial namun diusahakan agar bisa
memperoleh surplus dengan cara pengelolaan
yang profesional. Rumah sakit merupakan institusi
yang sifatnya kompleks dan sifat organisasinya
majemuk, maka perlu pola manajemen yang jelas
dan modern untuk setiap unit kerja atau bidang
kerja.1 Sebagai contoh pada bidang manajemen
Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Survey nasional di 2.600 rumah sakit di USA
rata-rata tiap rumah sakit 68 karyawan cedera dan
6 orang sakit (NIOSH 1974-1976). Cedera tersering
adalah strain dan sprain, luka tusuk, abrasi,
contusio, lacerasi, cedera punggung, luka bakar
dan fraktur. Penyakit tersering adalah gangguan
pernapasan, infeksi, dermatitis dan hepatitis. Hasil
identifikasi hazard RS ditemukan adanya gas
anestesi, ethylen oxyde dan cytotoxic drug.
Laporan NIOSH 1985 terdapat 159 zat yang
bersifat iritan untuk kulit dan mata, serta 135 bahan
kimia carcinogenic, teratogenic, mutagenic yang
dipergunakan di rumah sakit. California State
MANAJEMEN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
DI RUMAH SAKIT
(TINJAUAN KEGIATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DI INSTITUSI SARANA KESEHATAN)
OCCUPATIONAL SAFETY HEALTH AND ENVIRONMENT MANAGEMENT AT HOSPITAL
(Contemplation Occupational Health and Safety Activity at Health Services Field)
Hamzah Hasyim
Fakultas Kedokteran Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan
ABSTRACT
Implementation Occupational Safety Health and Environment (OSHE) management at
hospital represent the effort in realizing safe, comfort and hygiene job environment, protect
and improve the health employees, safe and have high performance.
According to regional and multilateral agreement like AFTA 2003, APEC 2005 and WTO
2020 requiring corporate world were inclusive of hospital to do various effort in anticipating
globalization, which issues human right problems, equation of gender and health environmental.
One of fundamental issue and important to prerequisite of competition and international standard
demand were Occupational Health and safety (OHS) issue which related to issue of labor
protection and human right.
Applying of Policy of OSHE management hospital represent the part of activity process to
reach productivity, was required to increase competitiveness and also strive in anticipating
resistance of technique era commerce and globalization.
Keywords: Occupational Safety Health and Environment (OSHE) management, hospital
Departement of Industrial Relations menuliskan
rata-rata kecelakaan di rumah sakit 16,8 hari kerja
yang hilang per 100 karyawan karena kecelakaan.
Karyawan yang sering mengalami cedera, antara
lain: perawat, karyawan dapur, pemeliharaan alat,
laundry, cleaning service, dan teknisi. Penyakit
yang biasa terjadi antara lain: hypertensi, varises,
anemia, ginjal (karyawan wanita), dermatitis, low
back pain, saluran pernapasan, dan saluran
pencernaan.2 Klaim kompensasi karyawan RS lebih
besar dibanding pegawai sipil lain.2
Risiko bahaya dalam kegiatan rumah sakit
dalam aspek kesehatan kerja, antara lain berasal
dari sarana kegiatan di poliklinik, bangsal,
laboratorium, kamar rontgent, dapur, laundry, ruang
medical record, lift (eskalator), generator-set,
penyalur petir, alat-alat kedokteran, pesawat uap
atau bejana dengan tekanan, instalasi peralatan
listrik, instalasi proteksi kebakaran, air limbah,
sampah medis, dan sebagainya.3
Dalam GBHN 1993, ditegaskan bahwa
perlindungan tenaga kerja meliputi hak
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta
jaminan sosial tenaga kerja yang mencakup
jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan,
62
Manajemen Hiperkes dan Keselamatan Kerja
jaminan terhadap kecelakaan, jaminan kematian,
serta syarat-syarat kerja lainnya. Hal tersebut perlu
dikembangkan secara terpadu dan bertahap
dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan
moneter-nya, kesiapan sektor terkait, kondisi
pemberi kerja, lapangan kerja, dan kemampuan
tenaga kerja. Amanat GBHN ini menuntut
dukungan dan komitmen untuk perwujudannya
melalui penerapan K3. Upaya K3 sendiri sudah
diperkenalkan dengan mengacu pada peraturan
perundangan yang diterbitkan sebagai
landasannya. Di samping UU No. 1/1970 tentang
Keselamatan Kerja, upaya K3 telah dimantapkan
dengan UU No. 23/1992 tentang Kesehatan, yang
secara eksplisit mengatur kesehatan kerja. 3
Dalam peraturan perundangan tersebut
ditegaskan bahwa dalam setiap tempat kerja wajib
diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja. Hal itu mengatur pula sanksi
hukum bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan
tersebut. Undang-Undang No. 23/1992 tentang
Kesehatan yang menyatakan bahwa tempat kerja
wajib menyelengarakan upaya kesehatan kerja
apabila tempat kerja tersebut memiliki risiko bahaya
kesehatan yaitu mudah terjangkitnya penyakit atau
mempunyai paling sedikit 10 orang karyawan.
Rumah sakit sebagai industri jasa termasuk dalam
kategori tersebut, sehingga wajib menerapkan
upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit (K3RS). Upaya pembinaan K3RS dirasakan
semakin mendesak mengingat adanya beberapa
perkembangan. Perkembangan tersebut antara
lain dengan makin meningkatnya pendayagunaan
obat atau alat dengan risiko bahaya kesehatan
tertentu untuk tindakan diagnosis, terapi maupun
rehabilitasi di sarana kesehatan. Terpaparnya
tenaga kerja (tenaga medis, paramedis, dan
nonmedis) di sarana kesehatan pada lingkungan
tercemar bibit penyakit yang berasal dari penderita
yang berobat atau dirawat, adanya transisi
epidemiologi penyakit dan gangguan kesehatan.
Hal tersebut diikuti dengan masuknya IPTEK
canggih yang menuntut tenaga kerja ahli dan
terampil. Hal ini yang tidak selalu dapat dipenuhi
dengan adanya risiko terjadinya kecelakaan kerja.
Untuk itu diperlukan adanya peningkatan SDM di
sarana kesehatan, tidak saja untuk
mengoperasikan peralatan yang semakin canggih
namun juga penting untuk menerapkan upaya
K3RS. 2,3
Program Occupational Safety Health and
Environment (OSHE) bertujuan melindungi
karyawan, pimpinan, dan masyarakat dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja (PAK) (singkatannya), menjaga agar
alat dan bahan yang dipergunakan dalam proses
kegiatan yang hasilnya dapat dipakai dan
dimanfaatkan secara benar, efesien, serta
produktif. Upaya OSHE sangat besar peranannya
dalam meningkatkan produktivitas terutama
mencegah segala bentuk kerugian akibat accident.
Masalah penyebab kecelakaan yang paling besar
yaitu faktor manusia karena kurangnya
pengetahuan dan keterampilan, kurangnya
kesadaran dari direksi dan karyawan sendiri untuk
melaksanakan peraturan perundangan K3 serta
masih banyak pihak direksi menganggap upaya
K3RS sebagai pengeluaran yang mubazir,
demikian juga dikalangan karyawan banyak yang
menganggap remeh atau acuh tak acuh dalam
memenuhi SOP kerja. Penyebab lain adalah
kondisi lingkungan seperti dari mesin, peralatan,
pesawat, dan lain sebagainya. 2
RISIKO BAHAYA POTENSIAL DI RUMAH SAKIT
Penyakit akibat kerja di sarana kesehatan
umumnya berhubungan dengan berbagai faktor
biologis (kuman patogen; pyogenic, colli, baccilli,
stapphylococci, yang umumnya berasal dari
pasien). Begitu besar risiko yang akan dihadapi
apabila masalah sanitasi termasuk pengelolaan
limbah, kurang mendapat perhatian yang serius.
Tahun 1977 dari seluruh rumah sakit di AS
menunjukkan bahwa penderita yang dirawat 5%-
10% menderita infeksi nosokomial (Hospital Acquired
Infection). Di AS insiden infeksi nosokomial
± 5% dan CFR 1 %, di U.K ± 9,2%, di Malaysia
prevalens ± 12,7%, di Taiwan insiden ± 13,8%, di
Jakarta ± 41,1%, di Surabaya ± 73,3% dan di
Yogyakarta ± 5,9%. Hari perawatan pasien yang
menderita infeksi nosokomial tersebut bertambah
5-10 hari, demikian pula angka kematian pasien
menjadi lebih tinggi yaitu sebesar 6% dibanding
yang tidak terkena infeksi nosokomial hanya
sebesar 3%. Tenaga medis RS mempunyai risiko
terkena infeksi 2-3 kali lebih besar daripada medis
yang berpratik pribadi. Kerugian akibat
penambahan hari perawatan dan pengobatan
tersebut mencapai lebih dari 2 milyar US. 3
Dapat dibayangkan bagaimana besarnya
kerugian itu seandainya dihitung untuk rumah sakit
di Indonesia, dimana kondisi sanitasi dan K3RS
yang pada umumnya masih lebih buruk.
Faktor kimia (bahan kimia dan obat-obatan
antibiotika, cytostatika, narkotika dan lain-lain,
pemaparan dengan dosis kecil namun terus
menerus seperti anstiseptik pada kulit, gas anestesi
pada hati. Formaldehyde untuk mensterilkan
sarung tangan karet medis atau paramedis dikenal
sebagai zat yag bersifat karsinogenik), faktor
ergonomi (cara duduk, mengangkat pasien yang
salah), faktor fisik yaitu pajanan dengan dosis kecil
Manajemen Hiperkes dan Keselamatan Kerja
63
yang terus menerus (kebisingan dan getaran
diruang generator, pencahayaan yang kurang
dikamar operasi, laboratorium, ruang perawatan,
suhu dan kelembabam tinggi diruang boiler dan
laundry, tekanan barometrik pada decompression
chamber, radiasi panas pada kulit, tegangan tinggi
pada sistem reproduksi, dan lain-lain) serta faktor
psikososial (ketegangan dikamar bedah, penerima
pasien gawat darurat dan bangsal penyakit jiwa,
shift kerja, hubungan kerja yang kurang harmonis,
dan lain-lain).3
Bagian pemeliharaan terpajan dengan solvent,
asbes, listrik, bising, dan panas. Karyawan di
bagian cleaning service terpajan deterjen,
desinfektan, tertusuk sisa jarum suntik dan lainlain.
Karyawan katering sering mengalami tertusuk
jari, luka bakar, terpeleset, keletihan, stres kerja,
dan lain-lain. Teknisi radiologi potensial terpajan
radiasi dari sinar X dan radioaktif isotop atau zat
kimia lainnya. Perawat sering cedera punggung,
terpajan zat kimia beracun, radiasi, dan stres akibat
shift kerja. Petugas di ruang operasi mempunyai
risiko masalah reproduksi atau gastroenterologi
Pajanan limbah gas anaestesi, risiko luka potong
– tusuk, radiasi, dan lain-lain. 2
Rumah sakit merupakan penghasil sampah
medis atau klinis terbesar, yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme patogen, parasit,
bahan kimia beracun dan radioaktif. Hal ini dapat
membahayakan dan menimbulkan gangguan
kesehatan baik bagi petugas, pasien maupun
pengunjung rumah sakit. Di samping itu, jika
pengelolaannya tidak baik dapat menjadi sumber
pencemaran terhadap lingkungan yang pada
gilirannya akan menjadi ancaman terhadap
kesehatan masyarakat yang lebih luas.
Pengelolaan sampah dan limbah rumah sakit
merupakan bagian dari upaya penyehatan
lingkungan, bertujuan melindungi masyarakat akan
bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber
dari sampah atau limbah rumah sakit. 3,4,5
Peraturan Pemerintah RI No 19/1994
menetapkan bahwa limbah hasil kegiatan RS dan
laboratoriumnya termasuk dalam daftar limbah B3
dari sumber yang spesifik dengan kode limbah
D227.1 Sesuai dengan Permenkes No. 986
Menkes/Per/XI/1992, tanggal 14 November 1992
tentang prasyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit meliputi; penyehatan bangunan dan ruangan
termasuk pengaturan pencahayaan, penghawaan
serta pengendalian kebisingan, penyehatan
makanan dan minuman, penyehatan air termasuk
kualitasnya, pengelolaan limbah, penyehatan
tempat pencucian umum termasuk pencucian linen,
pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi atau
desinfeksi, perlindungan radiasi serta penyuluhan
kesehatan lingkungan. 6
PENGENDALIAN PENYAKIT DAN KECELAKAAN
AKIBAT KERJA DI RS/SARANA KESEHATAN
Dalam pelayanan kesehatan kerja dikenal
tahapan pencegahan PAK dan kecelakan akibat
kerja (KAK) yakni pencegahan primer, meliputi
pengenalan hazard (potensi bahaya),
pengendalian pajanan yag terdiri dari monitoring
lingkungan kerja, monitoring biologi, identifikasi
pekerja yang rentan, pengendalian teknik,
administrasi, pengunaan APD. Pencegahan
sekunder meliputi screening penyakit, pemeriksaan
kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan bagi
pekerja yang berpotensi terpajan hazard tertentu,
berdasarkan peraturan perundangan (statutory
medical examination).7
Pelayanan kesehatan kerja juga diberikan
pada tahapan pencegahan tersier meliputi upaya
disability limitation dan rehabilitasi. Pelayanan
kesehatan kerja tersebut, seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 1 di bawah ini.
Pencegahan P rimer Pencegahan Sekunder
Monitoring lingkungan ker ja
pengendalian teknik
pengendalian administrasi
Pengendalian medis
penggunaan APD
Pajanan
Identifikasi
pekerja
rentan
Indeks
Pemaparan
Biologis
Efek
Biologis
Efek
Biologis
Sakit
Asimptomatik
Sakit
Pemeriksaan
Kesehatan
Prakarya
Pemeriksaan
Kesehatan
Berkala
Monitoring
Biologis
Monitoring
Biologis
Screening
Sumber : Jeyaratnam J, Koh Dprevention of Occupational diseases in Jeyaratnam J, Koh D (eds), Textbook of occupational medicine in practice
Gambar 1. Pelayanan Kesehatan Kerja dalam Konsep Pencegahan Penyakit
yang Timbul Akibat Hubungan Kerja
Sumber: Jeyaratnam J, Koh Dprevention of occupational diseases in Jeyaratnam J, Koh D (eds), Textbook of occupational medicine in
practise Singapore; world scientific; 1996: 420
64
Manajemen Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Dengan kata lain pengendalian PAK dan KAK
di RS meliputi:
1. Legislative control seperti peraturan
perundangan, persyaratan-persyaratan tehnis
dan lain-lain
2. Administrative control seperti seleksi
karyawan, pengaturan jam kerja dan lain-lain
3. Engineering control seperti substitusi/isolasi/
perbaikan sistem dan lain-lain serta
4. Medical control
DASAR HUKUM MANAJEMEN HYPERKES DAN
KESELAMATAN KERJA DI RUMAH SAKIT
Beberapa standar hukum yang digunakan
sebagai landasan pelaksanaan manajemen
hyperkes dan keselamatan kerja di rumah sakit
antara lain;
1. Undang-Undang No 14/1969 tentang
Ketentuan Pokok Tenaga Kerja.
2. Undang-Undang No 1/1970 tentang
Keselamatan Kerja.
3. Undang-Undang No 23/1992 tentang
Kesehatan.
4. Permenkes RI No 986/92 dan Kep Dirjen PPM
dan PLP No HK.00.06.6.598 tentang
Kesehatan Lingkungan RS.
5. Permenkes RI No 472/Menkes/Per/V/96
tentang pengamanan bahan berbahaya bagi
kesehatan.
6. Kepmenkes, No. 261/MENKES/SK/II/1998
dan Kep Dirjen PPM dan PLP No HK.
00.06.6.82 tentang Petunjuk Tehnis
Pelaksanaan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja.
7. Kepmenkes, No. 1335/MENKES/SK/X/2002
tentang Standar Operasional Pengambilan
dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara
Ruang RS.
Pengorganisasian K3 di rumah sakit
berdasarkan atas;
1. Surat edaran Direktur Jenderal Pelayanan
Medik No.00.06.6.4.01497 tanggal 24 Februari
1995 tentang PK3-RS
2. Optimalisasi fungsi PK3-RS dalam
pengelolaan K3 RS
3. Akreditasi RS
4. Audit manajemen K3 RS
5. SK MenKes No 351/MenKes/SK/III/2003
tanggal 17 Maret 2003 tentang Komite
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor
Kesehatan
6. SKB No. 147 A/Yanmed/Insmed/II/1992 Kep.
44/BW/92 tentang Pelaksanaan Pembinaan
K3 Berbagai Peralatan Berat Nonmedik di
Lingkungan RS
Salah satu contoh struktur organisasi rumah
sakit BUMN yang telah mencantumkan manajemen
hiperkes dan Keselamatan Kerja RS, yang
diimplementasikan kedalam sistem manajemen
sanitasi rumah sakit dan pengendalian infeksi
nosokomial serta manajemen keselamatan kerja
terlihat seperti pada Bagan 1.
D e w a n P en y an tu n
K om ite
k o m ite
D ire k tu r R um a h S a k it
P e la yan a n
M e d ik
P e nu n ja n g
M e d ik
P ro m o si da n
P re ven tif
A dm in is tra s i u m um
d a n ke ua n g an
U nit pe la y an a n
F un g sio na l in s ta la s i :
L a bo ra tor ium
R a d io lo gi
F a rm as i
G izi
C u c i
D iag n os tik da n F is io te ra p i
G a w a t D a ru ra t
P o lik l in ik
R a w a t Ina p B a n g s a l
R a w a t In a p K e la s /IC U
K m be d a h da n K m B e rsal in
R e k am M e dik d a n In form a si
K IA d a n K B
K e sl in g d a n K es k e r
T a ta U sa h a
K eu a ng a n
P em b u ku an
P em e lih a ra a n sa ra na
F is ik d a n M e d ik


PELAKSANAAN MANAJEMEN K3 RS

Pelaksanaan manajemen hiperkes dan K3 RS,
berupaya meminimalisasi kerugian yang timbul
akibat PAK dan KAK, perlindungan tenaga kerja
serta pemenuhan peraturan perundangan K3 yang
berlaku (law-compliance). Perekonomian global
telah menstandarkan ISO baik seri 9000 maupun
seri 14.000, kriteria yang ditetapkan antara lain
kualitas produk atau jasa/pelayanan yang tinggi,
keamanan pada tenaga kerja dan konsumen atau
pasien serta ramah akan lingkungan. Fungsi
manajemen, yang dikemukakan oleh beberapa
ahli, mengacu kepada tiga fungsi pokok
manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian
dan pengawasan atau pengendalian 8,9,10,11 seperti
yang terlihat pada pada Tabel 1.
Fungsi manajemen lainnya disesuaikan
dengan falsafah RS yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan dalam manajemen
Hyperkes dan K3 RS, merupakan bagian integral
dari perencanaan manajemen perusahaan secara
menyeluruh, yang dilandasi oleh komitmen tertulis
atau kesepakatan manajemen puncak.
Pengorganisasian K3 RS mengacu ke UU No 1/1970
tentang Pembentukan Panitia Pembina K3 RS
(P2K3 RS) yang keanggotaannya terdiri dari 2
unsur (bipartite) yaitu unsur pimpinan dan unsur
tenaga kerja. Fungsi pengawasan atau
pengendalian didalam manajemen hiperkes dan
K3RS merupakan fungsi untuk mengetahui
sejauhmana pekerja dan pengawas atau penyelia
mematuhi kebijakan K3RS yang telah ditetapkan
oleh pimpinan serta dijadikan dasar penilaian untuk
sertifikasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Tujuan Manajemen hiperkes dan K3RS adalah
melindungi petugas RS dari risiko PAK/PAHK/KAK
serta dapat meningkatkan produktivitas dan citra
RS, baik dimata konsumen maupun pemerintah.
Keberhasilan pelaksaanaan K3RS sangat
tergantung dari komitmen tertulis dan kebijakan
pihak direksi. Oleh karena itu, pihak direksi harus
paham tentang kegiatan, permasalahan dan terlibat
langsung dalam kegiatan K3RS. Pelaksanaan K3
di rumah sakit ditujukan pada 3 hal utama yaitu
SDM, lingkungan kerja dan pengorganisasian K3
dengan menggalakkan kinerja P2K3 (Panitia
Pembina atau Komite K3) di RS.
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya ucapkan terima kasih kepada Dr. H.M.A
Husnil Farouk, MPH selaku ketua PSKM FK Unsri
dan Dr. H. Danardono Soekimin, MPA, ASC, selaku
ketua Ikatan Dokter Kesehatan Kerja (IDKI)
Provinsi Sumatera Selatan atas bimbingannya.
KEPUSTAKAAN
1. Darmanto Djojodibroto R., Kiat Mengelola
Rumah Sakit, Hipokrates, Cetakan I, 1997.
2. Kepala Pusat Kesehatan Kerja, Kesehatan
Kerja Disarana Kesehatan, Pentaloka Fasilitator
K3 Di Pusdiklat Jakarta, 14 Juli 2003.
3. Komite K3. Seminar K3 di RS, Jakarta 22
Januari 1994.
4. Depkes RI DIRJEN PPM dan PLP, Pedoman
Sanitasi Rumah Sakit Di Indonesia, Depkes
RI, 1990.
5. Keputusan Dirjen P2M dan PLP No.
HK.00.06.6.44. Tanggal 18 Februari 1993,
Tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata
Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit.
6. Permen Kes RI No. 986/menkes/per/XI/1992
Tanggal 14 November 1992, Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit. 1992.
7. Jeyaratnam, J., Koh, D. Prevention Of Occupational
Diseases, In Jeyaratnam J, Koh D
(eds), Textbook Of Occupational Medicine In
Practice Singapore; World Scientific; 1996.
8. Sugeng Budiono, A.M., Higiene Perusahaan,
dalam Bunga Rampai Hiperkes dan K3, 2nd,
Jakarta 2003.
9. Yusuf, RMS,, Manajemen Hiperkes Dan
Kesehatan Kerja di Perusahaan, dalam Bunga
Rampai Hiperkes dan K3, 2 nd, Jakarta. 2003.
10. Benny. L. Priatna. Integrasi SMK3, dalam Bunga
Rampai Hiperkes dan K3, 2 nd, Jakarta 2003.
11. Bennet Silalahi, et.al. Manajemen K3, Seri
Manajemen No. 12 PT Pustaka Binamam
Pressindo, Jakarta 1985.
G.R Terry Harold
Koontz and
Cyril O’
Donnel
Henry Fayol James AF
Stoner
D Keith
Denton
Planning
Organizing
Actuating
Controlling
Planning
Organizing
Staffing
Directing
Controlling
Planning
Organizing
Directing
Coordinating
Controlling
Planning
Organizing
Leading
Controlling
Planning
Organizing
Controlling
Motivating

Tidak ada komentar:

Posting Komentar